Evolusi budaya merupakan suatu proses evolusi atau prosos
perubahan budaya yang terjadi hingga saat ini. Berbicara tentang evolusi
manusia, kita tidak cukup berbicara mengenai evolusi biologis saja. Manusia
bukan hanya makhluk biologis, tetapi juga sosial. Sebagai makhluk sosial,
manusia mengalami evolusi lain, yaitu evolusi kultur atau budaya. Manusia
mempunyai tata cara hidup, kebiasaan dan norma dan aspek-aspek kultural lainnya
yang senantiasa berubah dan menjadi kompleks dari waktu ke waktu. Suatu bentuk
evolusi lain yang menjadikannya sebagai makhluk hidup yang paling dominan dan
adaptif terhadap lingkungannya saat ini.
Seorang ahli filsafat Inggris (1820-1903) menjelaskan bahwa
seluruh alam itu, baik yang berwujud monoorganis, organis maupun yang
superorganis akan berevolusi karena didorong oleh kekuatan mutlak yang ia sebut
sebagai evolusi universal.
Proses Evolusi Sosial
Secara Universal
Menurut konsep
tentang evolusi secara universal mengatakan. Bahwa masyarakat manusia berkembang
secara lambat ( berevolusi ) dari tingkat-tingkat rendah dan sederhana menuju
ke tingkat yang lebih tinggi dan kompleks. Dimana kecepatan perkembangannya
atau proses evolusinya berbeda-beda setiap wilayah yang ada di muka bumi ini. Itulah
sebabnya ada kita jumpai masyarat yang sudah maju, masyarakat yang masih hidup
dalam proses menuju kemajuan dan masyarakat yang masih hidup seperti zaman
dahulu.
H. Spencer
H.
Spencer mengemukakan dua teori ( Koentjaraningrat, 1980: 34-37 ) yaitu sebagai
berikut :
- Teori tentang evolusi hukum
dalam masyarakat.
- Teori mengenai asal mula
religi.
1. Teori
tentang evolusi hukum dalam masyarakat.
Spencer
mengatakan bahwa hukum yang ada dalam masyarakat pada awalnya adalah hukum
keramat. Hukum keramat bersumber atau berasal dari nenek moyang yang berupa
aturan hidup dan pergaulan. Masyarakat yakin dan takut, apabila melanggar hukum
ini maka nenek moyang akan marah. Selanjutnya masyarakat manusia semakin
komplex sehingga hukum keramat tadi semakin berkurang pengaruhnya terhadap
keadaan masyarakat atau hukum keramat tersebut tidak cocok lagi.
Maka
timbullah hukum sekuler yaitu hukum yang berlandaskan azas saling
butuh-membutuhkan secara timbal balik di dalam masyarakat. Namun karena jumlah
masyarakat semakin banyak maka dibutuhkan sebuah kekuasaan otoriter dari raja
untuk menjaga hukum sekuler tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, timbulah
masyarakat beragama sehingga kekuasaan otoriter Rajapun tidak lagi cukup. Untuk
mengatasi hal tersebut , ditanamkanlah suatu keyakinan kepada masyarakat yang
mengatakan bahwa raja adalah keturunan dewa sehingga hukum yang dijalankan
adalah hukum keramat.
Pada
perkembangan selanjutnya timbulah masyarakat industri,dimana kehidupan manusia
semakin bersifat individualis yaitu suatu sifat yang mementingkan diri sendiri
tanpa melihat kepentingan bersama. Sehingga hukum keramat raja tidak lagi mampu
untuk mengatur kehidupan masyarakat. Maka munculah hukum baru yang berazaskan
saling butuh-membutuhkan antara masyarakat. Lahirlah suatu hukum baru yang disebut
dengan undang-undang.
2.
Teori mengenai asal mula religi.
Spencer
megatakan bahwa semua bangasa yang ada di dunia ini, religi itu dimulai dengan
adanya rasa sadar dan takut akan maut. Spencer mengatakan bahwa bentuk religi
yang tertua adalah religi terhadap penyambahan roh-roh nenek moyang moyang yang
merupakan personifikasi dari jiwa-jiwa orang yang telah meninggal. Bentuk
religi yang tertua ini pada semua bangsa di dunia ini akan berevolusi ke bentuk
religi yang lebih komplex yaitu penyembahan kepada dewa-dewa, seperti dewa
kejayaan, dewa perang, dewa kebijaksaan, dewa kecantikan, dewa maut (
konetjaranigrat,1980:35 ) dan dewa lainnya.
Elovusi
dari religi itu dimulai dari penyembahan kepada nenek moyang ke tingkat
penyembahan dewa-dewa.
Kebudayaan
berevolusi karena didorong oleh suatu kekuatan mutlak yang disebut dengan
evolusi universal. H.Spencer berpendapat bahwa perkembangan masyarakat dan
kebudayaan dari setiap bangsa di dunia akan melewati tingkat-tingkat yang sama.
Namun Ia tidak mengabaikan fakta bahwa perkembangan dari tiap-tiap masyarakat
atau sub-sub kebudayaan dapat mengalami proses evolusi dalam tingkat-tingkat
yang berbeda.
Dalam
permasalahan tersebut Spencer juga memberikan pandangannya terhadap proses
evolusi secara umum. Spencer mengatakan, dalam evolusi sosial aturan-aturan
hidup manusia serta hukum yang dapat dipaksakan tahan dalam masyarakat, adalah
hukum yang melindungi kebutuhan para warga masyarakat yang paling cocok dengan
masyarakat di mana mereka hidup.
Teori evolusi keluarga J.J. Bachofen
Menurut
Bechofen bahwa di seluruh dunia ini, evolusi keluarga berkembang melalui empat
tahapan ( Koentjaraningrat, 1980 ) yaitu sebagai berikut :
1. Tahapan
Promiskuitas : di mana manusia hidup serupa sekawan binatang berkelompok,
laki-laki dan wanita berhubungan bebas…sehingga melahirkan keturuna tanpa ada
ikatan ( Koentjaranigrat, 1980: 38 ) pada tahapan ini kehidupan manusia sama
dengan kehidupan binatang yang hidup berkelompok. Pada tahapan ini, laki-laki
dan perempuan bebas melakukan hubungan perkawinan dengan yang lain tanpa ada
ikatan kelurga dan menghasilkan keturunan tanpa ada terjadi ikatan keluarga
seperti sekarang ini.
2. Lambat laun
manusia semakin sadar akan hubungan ibu dan anak, tetapi anak belum mengenal
ayahnya melaikan hanya masih mengenal ibunya. Dalam keluarga inti, ibulah yang
menjadi kepala keluarga dan yang mewarisi garis keturunan. Pada tahapan ini
disebut tahapan matriarchate. Pada tahapan ini perkawinan ibu dan anak
dihindari sehingga muncullah adat exogami
3. Sistem Patriarchate
: dimana ayahlah yang menjadi kepala keluarga serta ayah yang mewarisi garis
keturunan. Perubahan dari matriarchate ke tingkat patriarcahte terjadi karena
laki-laki merasa tidak puas dengan situasi keadaan sosial yang menjadikan
wanita sebagai kepala keluarga. Sehingga para pria mengambil calon istrinya
dari kelompok-kelompok yang lain dan dibawanya ke kelompoknya sendiri serta
menetap di sana. Sehingga keturunannyapun tetap menetap bersama mereka.
4. Pada tahapan
yang terakhir, patriarchate lambat laun hilang dan berobah menjadi susunan
kekerabatan yang disebut Bachofen susunan parental. Pada tingkat terakhir ini
perkawinan tidak selalu dari luar kelopok (exogami) tetapi juga dari dalam
kelompok yang sama (endogami). Hal ini menjadikan anak-anak bebas berhubungan
langsung dengan kelurga ibu maupun ayah.
Teori Evolusi Kebudayaan
di Indonesia G.A.Wilken
G.A.Wilken
(1847-1891) adalah seorang ahli antropologi Belanda. Salah satu karangannya
adalah tentang teori evolusi perkawinan dan keluarga yang berjudul Over de
Primitieve Vormen van het Huwelijk an de Oorsprong van het Gezin (1880-1881).
G.A.Wilken
merumuskan sebuah teori tentang tektonimi yaitu tentang hakekat perkawinan. Ia
berpendapat bahwa pada mulanya maskawin hanya merupakan sebuah alat perdamaian
antara pengantin pria dan pengantin wanita setelah berlangsung kawin lari. Ini
sering terjadi pada masa peralihan dari tingkat matriarchate ke tingkat
patriarchate.
L.H.Morgan
Menurut
Morgan evolusi kebudayaan secara universal melalui delapan tahapan yaitu:
L.H.Morgan
(1818-1881) adalah seorang peristis antropologi di Amerika terdahulu. Awal
kariernya adalah sebagai ahli hukum yang tinggal bersama dengan suku-suku
Indian Iroquois di Hulu suangi St. Lawrence ( New York). Ia juga banyak
melakukan penelitiannya di sana yaitu untuk meneliti suku Indian Iroquois.
Salah satu judul buku terutama dari karya L.H.Morgan adalah Ancient Society
(1877) yang berisikan tentang delapan tahapan proses terjadinya evolusi
kebudayaan secara universal.
Skema
Teori
Zaman
Liar >> Zaman Barbar >> Peradaban Purba >> Peradaban Masa
Kini
Menurut
Morgan evolusi kebudayaan secara universal melalui delapan tahapan ( Dadang
Suparlan, 2007:223) yaitu:
1. Zaman Liar Tua.
Zaman sejak manusia ada samapai menemukan api, kemudian manusia menemukan
keahlian meramu dan mencari akar-akar tumbuhan liar untuk hidup.
2. Zaman Liar
Madya. Zaman di mana manusia menemukan senjata busur dan panah. Pada zaman ini
manusia mulai merobah mata pencahariannya dari meramu menjadi pencari ikan.
3. Zaman Liar Muda.
Pada zaman manusia menemukan senjata busur dan panah sampai memiliki kepandaian
untuk membuat alat-alat dari tembikar namun kehidupannya masih berburu.
4. Zaman Barbar
Tua. Zaman sejak manusia memiliki kepandaian membuat tembikar sampai manusia
beternak dan bercocok tanam.
5. Zaman Barbar
Madya. Zaman sejak manusia beternak dan bercocok tanam samapai menemukan
kepandaian membuat alat-alat atau benda-benda dari logam
6. Zaman Barbar
Muda. Zaman sejak manusia memiliki kepandaian membuat alat-alat dari logam
sampai manusia mengenal tulisan.
7. Zaman Peradaban
Purba, menghasilakan beberapa peradapan klasik zaman batu dan logam
8. Zaman Masa Kini,
sejak zaman peradapan klasik sampai sekarang
Teori Evolusi Religi
E.B. Tylor
Edward
Burnett Tylor (1832-1917) adalah seorang perintis antropologi sosial budaya
yang berasal dari Inggeris. Salah satu karya terpenting E.B.Tylor adalah
Primitive Culture : Research into the Development of Mythology, Philosophy,
Religion, Language, Art and Custum (1871).
Skema Teori
Jiwa >> Mahluk Halus (Roh) >> Dewa-Dewa ( animism)
>> Satu Tuhan
E.B.Tylor berpendapat, asal mula religi adalah adanya kesadaran
manusia akan adanya jiwa. Kesadaran ini disebabkan oleh dua hal: (
Koentjaraningrat 1980:48)
1. Adanya perbedaan
yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati.
Manusai sadar bahwa ketika manusai hidup ada sesuatu yang menggerakkan dan
kekuatan yang menggerakkan manusia itu disebut dengan jiwa
2. Peristiwa mimpi, di
mana manusia melihat dirinya di tempat lain ( bukan di tempat ia sedang tidur
). Hal ini menyebabkan manusia membedakan antara tubuh jasmaninyayang berada di
tempat tidur dengan rohaninya di tempat-tempat lain yangdisebut jiwa.
Selanjutnya
Tylor mengatakan bahwa jiwa yang lepas ke alam disebutnya denga roh atau mahluk
halus. Inilah menyebabkan manusia berkeyakinan kepada roh-roh yang menempati
alam. Sehingga manusia memberikan penghormatan berupa upacara doa, sesajian
dll. Inilah disebut Tylor sebagai anamism.
Pada
tingkat selanjutnya manusia yakin terhadap gejala gerak alam disebabkan oleh
mahluk-mahluk halus yang menempati alam tersebut. Kemudian jiwa alam
tersebut dipersonifikasikan sebagai dewa-dewa alam. Pada tingkat
selanjutnya manusia yakin bahwa dewa-dewa tersebut memiliki dewa tertinggi atau
raja dewa. Hingga akhirnya manusia berkeyakinan pada satu Tuhan.
Teori Mengenai Ilmu Gaib dan Religi J.G. Frazer
Sir
James George Frezer (1854-1941) adalah seorang ahli foklor Scotlandia yang
banyak menggunakan bahan etnografi dalam karyanya. Ada dua karya Frezer yang
terkenal yaitu Totemism and Exogamy (1910).
Skema
Teori
Akal
>> Magic >> Religi
Pada
mulanya manusia hanya menggunakan akalnya untuk memecahkan masalah. Namun
lambat laun sistem pengetahuan manusai semakin terbatas untuk memecahkan masalah
bahkan tidak sanggup lagi memecahkan masalah. Sehingga manusia memecahkannya
dengan magic, ilmu gaib. Magic adalah semua tindakan manusia untuk mencapai
sesuatu dengan menggunakan kekuatan-kekuatan alam dan luar lainnya.
(Koentjaraningrat 1980:54)
Namun
dalam perkembangan selanjutnya kekuatan magic tersebut tidak selamnya berhasil.
Maka manusia mulai sadar bahwa di alam ini ada yang menempatinya yaitu
mahluk-mahluk halus. Mulailah manusai mencari hubungannya dengan mahluk-mahluk
halus tersebut. Dengan itu timbullah religi. Religi adalah segala sistem
tingkah laku manusia untuk memproleh sesuatu dengan cara memasrahkan diri
kepada penciptanya.
Sumber :
No comments:
Post a Comment